I’jazul
qur’an
A.
Alqur'an Buatan Nabi?
Setiap kegiatan yang memerlukan panduan atau petunjuk selalu disertai
dengan rasa percaya. Percaya bahwa panduan tersebut bisa menjadi pedoman dalam
menyelesaiakan pekerjaannya. Seorang
pekerja harus pula percaya pada petunjuk kerjanya—untuk dipraktekkan—agar
memperoleh hasil kerja yang baik. Begitu pula, bagaimana mungkin seseorang akan
membeli obat penyembuh sakitnya bila ia sendiri tidak yakin terhadap akurasi resep
dokter yang memeriksanya. Demikianlah kedudukan iman, apalagi terhadap alQuran,
sumber tuntunan setiap segi kehidupan. Berangkat dari keadaan ini, maka
pertanyaan di atas, bagi seorang muslim tidak lagi memerlukan jawaban ‘ya’ atau
‘tidak’, tetapi hendaknya dijadikan pemicu guna mempertanyakan kembali
keyakinan pada firman-firman Allah SWT. Keyakinan yang meresap ke dalam jiwa
untuk berupaya mengamalkannya.
Minimnya nilai qurani yang dipraktekkan dalam keseharian dapat menjadi
jawaban seberapa besar animo kita pada alQuran, yang pada akhirnya menjadi
indikasi tentang seberapa besar kadar iman kita pada alQuran alkarim, rukun
iman yang ketiga ini. Artinya, kesepakatan menjadikan alQuran sebagai pedoman
hidup masih dalam tataran formal. Bisa jadi—salah satu—penyebabnya adalah
kekuatan iman kita menjadi lemah ketika mulai berhadapan dengan ayat-ayat
alQuran, di mana judul di atas muncul dalam benak kita.
Upaya beriman pada alQuran yang dimulai dengan judul tulisan ini,
berarti harus menghadirkan alasan-alasan logis, bahwa alQuran bukan buatan atau
gubahan Nabi Muhammad SAW. Namun, perlu diketahui terlebih dahulu mengenai sisi
pribadi Rosul, guna mengantarkan kita pada pemahaman lebih lanjut mengenai
keistimewaan alQuran.
Pertama, sisi keadaan Nabi
sebagai seorang ummiy, yakni tidak
pandai membaca dan menulis, serta tidak pernah belajar pada satu satuan
pendidikan pun. Maka, jika ada yang mengatakan alQuran adalah modifikasi
Taurat, Injil dan hasil pemikiran Nabi Muhammad, jelas hal ini mengada-ada.
Karena, hingga abad keenam masehi pun (masa kehidupan Nabi), belum ada satupun
kitab Taurat dan Injil yang diterjemahkan dalam bahasa arab (Deedat, Ahmed, The
Choise, Dialog Islam dan Kristen , Pustaka Alkautsar, Jakarta, 1999, hal 52).
Kedua, sisi lain keadaan
Nabi sebagai seorang yang bergelar al-Amin,
yakni orang yang dapat dipercaya karena selalu jujur dan tidak pernah
berbohong. Untuk gelar inipun, adalah pemberian masyarakat quraisy yang
sebagian besar dari mereka tidak menyukai keberadaan Nabi bersama ajaran yang
dibawanya, alQuran. Demikianlah integritas kepribadian Nabi yang mulia ini
terbukti oleh sejarah, guna menghilangkan keraguan ummatnya. Untuk itulah, maka
argumentasi yang akan dikemukakan ini terutama bertujuan untuk memberikan
jawaban secara nalar, sembari mengajak hati untuk memulai hadir, sebagai
pembentuk iman.
B.
Logika Subjektivitas
Membuat suatu aturan yang dapat diterima setiap orang dalam jumlah yang
banyak dan dalam kurun waktu yang cukup panjang tidaklah mudah. Meskipun dalam
pembuatannya telah disertakan berbagai wakil dari kelompok masyarakatnya.
Mekanisme pemilu salah satu contohnya, --bahkan hingga kini pun-- kita masih
mendengar berita tentang kecurangan pemilu, hasilnya yang tidak ditandatangani,
dan penyelewengan aturan lainnya, yang hal tersebut menguatkan pernyataan di
atas. Mengapa demikian? Jelas, bahwa setiap diri yang terlibat, sangat sulit
membebaskan diri dari kepentingan, juga kebutuhan pribadi atau kelompoknya,
yang ini memang manusiawi.
Maka, bagaimana bisa suatu aturan hidup yang demikian luas cakupannya
ini dikatakan sebagai kata-kata hasil pemikiran Rosulullah SAW, padahal telah
nyata aturan tersebut diterima oleh banyak lapisan masyarakat dunia? Di
sinilah, logika nalar kita menyebutkan : pembuat
aturan tersebut (alQuran) adalah Ia yang tidak memiliki kepentingan apapun
terhadap manusia, sekaligus Ia pula yang paling mengetahui hakikat kebutuhan
setiap manusia di seluruh dunia ini, agar aturan yang diciptakan-Nya diterima
dan diamalkan.
Di antara sifat aturan yang disusun oleh manusia ialah adanya potensi
yang dimilikinya untuk mengalami perubahan. Tidak adanya kemampuan manusia
untuk mengetahui apa sebenarnya yang akan terjadi nanti, menyebabkan semua
aspek yang ada pada masa datang tidak termasuk dalam bagian pertimbangan ketika
membuat suatu keputusan dan peraturan. Paling-paling, hanya berupa prediksi,
analisa dan itu menjadi lemah karena tidak detil. Dan seandiainya analisa dan
prediksi itu betul, biasanya tidak bertahan lama dengan adanya perubahan fakta
yang terjadi. Jadi, apapun yang menjadi produk pemikiran dan kerja manusia akan
mengalami perubahan seiring dengan waktu, ia dinamis dalam perubahannya. Maka
pertanyaan 'apakah alQuran buatan Nabi?' menjadi terbantahkan. Al-Quran, hingga kini belum dan tidak akan
pernah mengalami perubahan redaksi meski pun sedikit.
C.
Tiada Bacaan Selain AlQuran
AlQuran secara harfiah bermakna bacaan yang mencapai puncak
kesempurnaan. Berikut ini kami petikkan
uraian Dr. Quraish Shihab mengenai kemahasempurnaan alQuran :
1. 'Tiada
suatu bacaan pun selain alQuran yang dibaca oleh ratusan juta orang, baik
mereka yang mengerti artinya maupun yang tidak mengerti, bahkan dihafal
redaksinya, huruf demi huruf. Lalu anehnya, para juara pembacanya seringkali
dari kalangan mereka yang bahasa ibunya bukan bahasa alQuran.'
2. 'Tiada
suatu bacaan pun yang mendapat perhatian sedemikian serius melebihi al-Quran,
perhatian yang tidak hanya tertuju kepada sejarahnya secara umum, tetapi
sejarah ayat demi ayat, baik dari masa, musim dan waktu turunnya sampai pada
sebab-sebab turunnya.'
3. 'Tiada
suatu bacaan pun seperti alQuran yang dipelajari redaksinya, bukan hanya dari
segi penempatan kata demi kata atau pemilihan kata tersebut, tetapi juga arti
dan kandungan baik tersurat maupun tersirat-nya.'
4. 'Tiada
suatu bacaan pun yang melebihi alQuran, yang darinya ditulis ratusan ribu jilid
tafsirnya, kandungan isinya, generasi demi generasi, hingga saat ini.'
5. 'Tiada
suatu bacaan pun seperti halnya al-Quran, yang dihitung jumlahnya bukan hanya
bagian terbesarnya (surah-surahnya), melainkan sampai ayat-ayat, kalimat, kata,
hingga hurufnya sekalipun, dan kemudian ditemukan rahasia-rahasia yang sangat
mengagumkan dari perimbangan jumlah bilangan kata-katanya.'
6. 'Tiada
suatu bacaan pun seperti alQuran, yang memiliki kedalaman makna dalam
redaksinya yang singkat, yang mempu memuaskan akal dan menggetarkan jiwa
pembacanya' (Shihab, Quraish, Mukjizat AlQuran, Mizan, Bandung, 1999, hal.
48-58)
D.
Penghargaan Spontan
Kekaguman, penghargaan yang menyatakan sikap menerima al-Quran sebagai
bacaan maha sempurna tidak hanya oleh mereka yang meyakininya sebagai pedoman
hidup. Bahkan dari musuh-musuh al-Qur'an pun memberikan yang tidak diminta
sehubungan dengan mukjizat alamiah dan ilahiyah dari kitabullah ini.
1. Gibb
dalam bukunya Mohammedanism, menulis : 'Tidak seorangpun dalam seribu lima
ratus tahun ini telah memainkan alat bernada nyaring yang demikian mampu dan
berani dan demikian luas getaran jiwa yang diakibatkannya, seperti apa yang
dilakukan oleh Muhammad (melalui alQuran)...' (Shihab, Quraish, Mukjizat
AlQuran, Mizan, Bandung, 1999, hal. 59)
2. Pendeta
R. Bosworth-Smith, dalam bukunya Mohammed and Mohammedanism menulis opini
tentang alQur’an : 'Sebuah mukjizat dari kemurnian gaya bahasa, kebijaksanaan
dan kebenaran.'
3. A.J.
Arberry dalam kata pengantar terjemahan alQuran berbahasa inggrisnya, berkata:
'Setiap saya mendengar alQuran, sepertinya saya sedang mendengarkan musik.
Dalam alunan melodi, selama itu terdapat suara yang terus memukul sebuah drum,
seperti memukul-mukul hati saya.'
4. J.
Shillidy, D.D. dalam The Lord Jesus ini the Koran, Surat 1913, p.111
menyebutkan : 'AlQuran adalah injil kepunyaan mohammedan (umat pengikut Nabi,
Islam --red), dan lebih dihormati dari pada kitab suci lainnya, lebih dari
Perjanjian Lama orang Yahudi atau Perjanjian Baru orang Kristen.' Ketiga
pendapat terakhir ini diambil dari buku karangan : Deedat, Ahmed, The Choise,
Dialog Islam dan Kristen, Pustaka Alkautsar, Jakarta, 1999, hal. 183-184.
5. Masih
banyak lagi hal-hal senada yang dikemukakan, termasuk Michael Hart, yang
menempatkan baginda Rosulullah SAW dalam urutan pertama dalam seratus tokoh
dunia terkemuka, bukan saja karena kepemimpinannya saja, tetapi kehebatan
ajaran yang disebarnya, yang tiada lain adalah alQuran.
Apakah mereka semua ini menerima imbalan
tertentu dari umat Islam karena kalimat-kalimat di atas? Mungkinkah terjadi
konspirasi antara umat Islam dengan golongan laisa minna yang bertujuan hanya untuk meningkatkan pamor alQuran
dan Islam?, di mana harus melibatkan sekian banyak orang dalam kurun waktu yang
demikian panjang ? Mudah untuk menebaknya. Bahwa hanya kejujuran ilmiah sajalah
yang mendorong (memaksa -red) mereka untuk mengeluarkan hasil ketidakpercayaan
mereka atas alQuran !
E.
Jawaban Nabi
Dari keistimewaan-keistimewaan yang tergambarkan ini, mari kita
bertanya, 'Biasanya, bagaimana sikap manusia terhadap suatu karya (apapun
bentuknya) yang mengandung nilai tinggi, karena keistimewaan yang dimilikinya
?' Kenyataan menunjukkan : 'Barang tiruan justru lebih banyak dari pada yang
aslinya'. Demikian pula, tidak sedikit orang yang secara terang-terangan
mengaku karya istimewa milik orang lain sebagai hasil kreatifitasnya. Jika
demikian, mengapa karya agung yang begitu dahsyat pengaruhnya ini dinisbatkan
kepada Nabi Muhammad SAW, seorang ‘manusia biasa’? Lalu apakah Nabi pun akan
bangga mengakuinya? Hanya karena anugerah Allah-lah, maka integritas
kepribadian Nabi yang mulia ini, secara tegas dan pasti, menyatakan : Tidak !
Mari kita baca apa yang mereka sebut sebagai kata-kata Nabi itu (alQuran, yakni
surah al-Ahqaf ayat 9) :
ö@è% $tB àMZä. %YæôÎ/ z`ÏiB È@ß9$# !$tBur Í÷r& $tB ã@yèøÿã Î1 wur ö/ä3Î/ ( ÷bÎ) ßìÎ7¨?r& wÎ) $tB #Óyrqã ¥n<Î) !$tBur O$tRr& wÎ) ÖÉtR ×ûüÎ7B ÇÒÈ
'Aku tidak lain kecuali mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku,
dan aku tidak lain kecuali seorang pemberi peringatan !'
Ada sebuah nasehat, bahwa memahami nilai yang terkandung dalam suatu
teks agama, tidaklah cukup dengan menggunakan akal saja, karena pada saat yang
sama, akal itu dapat membalikkan setiap kesimpulan yang didapatinya dari teks
agama tersebut. Oleh kerena itu, apa yang sudah dipaparkan dalam tulisan ini
akan menjadi efektif bila setiap kita memahami bahwa alQuran benar-benar dari
Allah, refleksi hati kita pun mengatakan demikian.
Jika kita—dengan akal—berdecak kagum atas keistimewaan alQuran ini,
maka segeralah diiringi dengan pengakuan dari hati kita seraya melafadzkan ‘subhanallah’. Apabila hal-hal ini
diabaikan, maka kita tidak berbeda dengan Gibb, R. Bos-worth, A.J. Arberry,
atau yang lainnya. Pengenalan mereka pada alQuran baru pada tahap kognitif.
Belum menyertakan intuisi. Meskipun mereka melakukan penelitian yang demikian
detil, panjang dan melibatkan berbagai perangkat ilmiah lainnya pada alQuran,
tetapi mereka tidak menyertakan satu hal lain yang harus dilibatkan, yakni
kehadiran hati. Dapat saja dikatakan, orang-orang ini pada hakikatnya tidak
memperoleh apa-apa, meskipun orang lain dapat menerima alQuran sebagai pedoman
hidup karena kalimat-kalimat mereka, dan inipun berkat kehadiran hati.
Padahal, yang seharusnya kita lalui bersama agar pemahaman atas alQuran
ini tidak sia-sia adalah ketika indera menangkap isi kandungannya, kemudian
akal mengolahnya sebagai pengetahuan yang meyakinkan, diteruskan pada
penerimaan hati agar diresapi dalam jiwa sehingga menjadi satu akidah yang
kuat, yang mampu memberikan keputusan dan sikap tegas serta membimbing diri
pada jalan yang seharusnya.
Alasan-alasan yang disebutkan di atas, insya Allah telah dapat
memberikan sumbangsih dalam upaya membuktikan: Al-Quran bukan buatan Nabi.
Selaras dengan tujuan untuk memperkuat bukti, bahwa Allah-lah yang menurunkan
al-Quran (al-Quran memang benar-benar firman Allah). Untuk itu, sebaiknya kita
tidak melewatkan sebuah pertanyaan, "Bagaimana dengan mukjizat ? Apakah
tidak ada mukjizat al-Quran yang mampu meyakinkan pembacanya, bertekad untuk
mengamalkannya ?" Dalam rangka misi inilah, insyaAllah penulis akan
meneruskan tulisan ini pada bagian ketiga, yang memberikan penjelasan lanjut
mengenai mukjizat-mukjizat al-Quran.
F.
Sifat Mukjizat Al-Qur'an
Jika yang dimaksud dengan
mukjizat dari pertanyaan sebelumnya adalah mengubah tongkat menjadi ular,
menghidupkan orang mati, atau hal-hal sejenis lainnya, maka bukan itu
jawabannya. Mukjizat-mukjizat yang demikian bersifat inderawi. Ia dapat
diketahui cukup melalui indera-indera kita yang lima. Berarti, mukjizat seperti
ini bersifat terbatas. Terbatas pada ruang dan waktu tertentu saja, di saat
mukjizat itu terjadi, sehingga kurang diyakini bagi mereka yang ragu, karena
tidak dapat merasakan atau setidaknya melihat secara langsung. Sebaliknya,
mukjizat al-Quran tidak dapat diketahui
hanya dengan indera saja, tetapi keterlibatan akal lebih dominan. Hal-hal yang
demikian inilah yang membedakan sifat mukjizat Nabi Muhammad SAW (al-Qur’an)
dengan mukjizat nabi-nabi sebelum beliau. Mukjizat al-Quran dapat kita lihat
pada isi kandungannya.
Tingkat kemukjizatan yang ada pada al-Quran ini seakan menandaskan
bahwa mukjizat al-Quran hanya dapat dirasakan oleh mereka yang mempergunakan
akal. Dapat kita baca kembali, bagaimana respon orang-orang kafir itu (Gibb,
A.J. Arberry, dan lainnya, lihat tulisan sebelumnya) terhadap al-Quran setelah
mengetahui isi kandungannya, tentunya dengan akal pikiran mereka sendiri. Oleh
karena itu, ayat-ayat yang ada di dalamnya menunjukkan bahwa segmen al-Quran
adalah orang-orang yang mempergunakan akalnya, bukan orang-orang yang hanya
mengandalkan sarana inderawinya saja.
Dengan sifat kemukjizatannya yang sedemikian rupa ini, maka ia tidak
saja dapat diketahui oleh banyak manusia, tetapi juga tidak terikat pada waktu,
sebagaimana mukjizat-mukjizat yang terdahulu. Namun demikian, bukan berarti
Nabi Muhammad SAW tidak pernah memperoleh mukjizat lainnya. Hal-hal luar biasa
yang pernah nabi alami dapat kita ketahui melalui shirah kehidupannya. Awan
yang membuat beliau tetap merasa teduh meski udara panas, air yang keluar di
antara sela jari-jarinya, atau makanan sedikit namun mengenyangkan banyak
orang, dan lain-lain adalah sebagai peristiwa yang pernah dialami beliau.
Tetapi tujuannya bukan untuk menentang mereka yang ragu terhadap tugas
kerisalahannya, atau untuk membuktikan kebenaran kenabiannya, melainkan lebih
pada sebagai anugerah Allah kepada Nabi dan bantuan bagi ummat Islam.
Mukjizat Nabi Musa berupa tongkat yang dapat berubah menjadi ular
diberikan di tengah-tengah masyarakatnya yang memiliki kemampuan di bidang
sihir. Begitu pula kemampuan mukjizat mengembalikan penglihatan orang yang buta, menyembuhkan penyakit sopak
dan menghidupkan orang mati dianugerahi oleh Allah kepada Nabi Isa untuk
menghadapi ummatnya yang amat mahir dalam bidang pengobatan. Apa sebenarnya
yang ingin diungkap ? Bahwa ternyata Allah memberi mukjizat pada utusannya
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing ummatnya, untuk
menantangnya—dan mereka sudah pasti tidak mampu menandinginya—agar mengakui dan
mengikuti misi risalah nabi yang diutus. Akan lebih memudahkan, bila kita
pahami satu perumpamaan berikut. Seorang pelari kuat yang ingin membuktikan
kebenaran anggapannya—ia adalah pelari handal—tentu tidak akan menantang
orang-orang yang cacat kakinya. Dengan menandingi mereka yang sama kemampuan
larinya bahkan lebih, dan ia berhasil mengalahkannya, otomatis kebenaran
anggapannya terbukti.
G.
Keindahan dan Ketelitian Bahasanya
Demikian pula halnya dengan al-Quran. Masyarakat arab ketika itu
mempunyai kehebatan dalam membuat kalimat-kalimat indah, pepatah dan syair atau
puisi. Mereka saling berlomba untuk menciptakannya, dan menjadi suatu
kebanggaan. Maka mukjizat yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad adalah
pernyataan-pernyataan (firman Allah) dengan kadar keindahan bahasanya yang luar
biasa, sehingga tidak mungkin tertandingi, di samping muatan pesan dan perintah
yang ada di dalam mukjizat itu—al-Quran. Al-Quran sendiri memberi tantangan
kepada siapapun yang meragukan kebenarannya. Bahkan, secara telak ia (al-Quran)
telah memastikan ketidakmampuan manusia, juga jin, untuk menandingi
keagungannya.
@è% ÈûÈõ©9 ÏMyèyJtGô_$# ß§RM}$# `Éfø9$#ur #n?tã br& (#qè?ù't È@÷VÏJÎ/ #x»yd Èb#uäöà)ø9$# w tbqè?ù't ¾Ï&Î#÷WÏJÎ/ öqs9ur c%x. öNåkÝÕ÷èt/ <Ù÷èt7Ï9 #ZÎgsß ÇÑÑÈ
“Katakanlah : ‘Seandainya manusia dan jin berhiimpun untuk
menyusun semacam al-Quran ini, mereka tidak akan mampu melakukannya, walaupun
saling membantu” (QS. 17 : 88)
Di antara aspek utama kemukjizatan al-Quran ada tiga, aspek keindahan
dan ketelitian bahasa, isyarat ilmiah dan pemberitaan ghaib. Dari kenyataan di
atas, dapat dikatakan, bahwa keunikan dan keistimewaan al-Quran dari segi
bahasa, merupakan mukjizat pertama dan utama, karena aspek isyarat ilmiah dan
pemberitaan ghaib tidak dapat mereka (masyarakat arab di zaman nabi) pahami
kecuali setelah beberapa abad kemudian.
Disadari, untuk memahami mukjizat keindahan dan ketelitian bahasa
al-Quran, dibutuhkan kemampuan dan pengetahuan berbahasa arab yang cukup
tinggi. Meskipun demikian, kita dapat melihat sisi-sisi lain dari mukjizat
al-Quran untuk aspek yang satu ini :
1.
Nada dan
Langgamnya.
Ketika
membaca al-Quran, maka hal pertama yang dirasakan adalah nada dan langgam dari
tiap ayat yang dibaca. Keunikannya dapat dilihat pada ritme dan irama ketika
diucapkan. Satu contoh, yang ada dalam surat an-nazi’at: Di saat selesai pada
ayat kelima, diteruskan pada ayat selanjutnya, namun dengan nada lain, berbeda
dengan lima ayat pertamanya, sehingga tidak terasa adanya suasana bacaan yang
monoton.
Jika
kita membuka lembaran-lembaran al-Quran pada halaman lainnya, niscaya akan
ditemukan pula irama-irama ayat dengan keindahan lainnya. Simaklah juga
rentetan al-asmaul husna dalam surat
al-Hasyr ayat 22-24, dan demikian seterusnya, “al-Quran mempunyai simfoni yang
tidak ada taranya, di mana setiap nada-nadanya bisa menggerakkan manusia untuk
menangis dan bersuka cita”. Kalimat terakhir ini merupakan ungkapan seorang
cendekiawan Inggris, Marmaduke Pickthall dalam The Meaning of Glorious Quran.
Penulis ini memeluk Islam sebelum menterjemahkan al-Quran, dan kita tidak dalam
sebuah posisi untuk membuktikan apakah ia menulis pengaruh nada al-Quran
tersebut sebelum atau sesudah keIslamannya. (Deedat, Ahmed, The Choise, Dialog
Islam-Kristen, Pustaka Alkautsar, Jakarta, 1999, hal. 184).
2.
Keseimbangan
Kata-Katanya
Tidak
ada kata “kebetulan” untuk perimbangan kata-kata yang ada dalam al-Quran ini.
Keseimbangan kata-kata tersebut begitu pas dan sama sekali tidak dibuat-buat.
Berikut ini kami kutipkan sebagian apa yang telah diringkas oleh Dr. Quraish
Shihab mengenai keseimbangan itu.
a. Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya :
1)
Al-hayaah / kehidupan dan al-Maut / kematian
masing-masing sebanyak 145 kali.
2)
An-naf’ /
manfaat dan al-fasaad / kerusakan masing-masing sebanyak 50 kali.
3)
A-harr / panas dan al-bard / dingin
masing-masing sebanyak 4 kali.
4)
Ash-shalihat / kebajikan dan as-sayyiat /
keburukan masing-masing sebanyak 167 kali.
5)
Ath-thuma’ninah / kelapangan atau ketenangan dan
ad-dhiiq / kesempitan atau kekesalan masing-masing sebanyak 13 kali
6)
Ar-rahbah / cemas atau takut dan ar-raghbah /
harap atau ingin masing-masing sebanyak 8 kali.
7)
Al-kufr / kekufuran dan al-Iman / iman
masing-masing sebanyak 17 kali (dalam bentuk definite).
8)
Kufr dan Iman masing-masing sebanyak 8 kali
(dalam bentuk indefinite).
9)
Ash-shaif / musim panas dan asy-syitaa’ / musim
dingin masing-masing sebanyak 1 kali.
b. Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan
sinonim atau makna yang dikandungnya :
1)
Al-harts / membajak sawah dan az-ziraa’ah /
bertani masing-masing 14 kali.
2)
Al-‘ujub / membanggakan diri dan al-ghurur /
angkuh masing-masing 27 kali.
3)
Adh-dhaalluun / orang sesat dan al-mauta / mati
(jiwanya) masing-masing 17 kali.
4)
Al-quran, al-wahyu dan al-islam, masing-masing
70 kali.
5)
Al-aql / akal dan an-nuur / cahaya masing-masing
49 kali.
6)
Al-jahr / nyata dan al-‘alaaniyah / nyata
masing-masing 16 kali.
c. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata
dengan jumlah kata yang menunjuk kepada akibatnya :
1)
Al-infaaq / menafkahkan dan ar-ridhaa / kerelaan
masing-masing 73 kali.
2)
Al-bukhl / kekikiran dan al-hasrah /
penyesalan masing-masing 12 kali.
3)
Al-kaafiruun / orang-orang kafir dan an-naar /
neraka masing-masing 154 kali.
4)
Az-zakaah / penyucian dan al-barokaat /
kebajikan yang banyak mesing-masing 32 kali.
5)
Al-faahisyah / kekejian dan al-ghadhab / murka
masing-masing 26 kali.
d. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata
dengan penyebabnya :
1)
Al-israaf / pemborosan dan as-sur’at /
ketergesa-gesaan masing-masing 23 kali.
2)
Al-mau’izhah / petuah atau nasihat dan al-lisaan
/ lidah masing-masing 25 kali.
3)
Alasraa / tawanan dan al-harb / perang
masing-masing 6 kali.
4)
As-salaam / kedamaian dan ath-thaayyibaat /
kebajikan masing-masing 60 kali.
e. Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Ghaib
1)
Tentang Reproduksi
Di antara ayat yang berbicara mengenai proses penciptaan manusia,
terdapat dalam surat al-Qiyamah dari ayat 37,
óOs9r& à7t ZpxÿôÜçR `ÏiB %cÓÍ_¨B 4Óo_ôJã ÇÌÐÈ §NèO tb%x. Zps)n=tæ t,n=yÜsù 3§q|¡sù ÇÌÑÈ @yèpgmú çm÷ZÏB Èû÷üy_÷r¨9$# tx.©%!$# #Ós\RW{$#ur
“Bukankah dia dahulu nuthfah dari
mani yang dituangkan (ke dalam rahim), kemudian ia menjadi ‘alaqah, lalu Allah
menciptakannya dan menyempurnakannya? Lalu Allah menjadikan darinya sepasang
lelaki atau perempuan?
Manusia dinyatakan berasal dari nuthfah (setetes). Tidak berasal dari
seluruh mani yang dituangkan. Ayat ini kemudian tidak bertentangan, alias sejalan dengan kenyataan
ilmiah. Bahwa hanya satu sel sperma saja yang mampu membuahi—dari + dua
ratus juta benih manusia ini—sel telur (ovum),
sekaligus sebagai penentu jenis
kelamin di mana sel sperma tersebut memiliki kandungan, yang disebut dengan
kromosom. Proses ini bisa kita ikuti secara detail dalam sebuah video
“Keajaiban Penciptaan Manusia” karya
Harun Yahya,
2)
Tentang Semua Makhluq Hidup
Berpasang-pasangan
Bukan hanya manusia yang disebutkan al-Qur’an hidup berpasang-pasangan.
Namun semua makhluq selain manusia juga demikian. Allah berfirman:
z`»ysö6ß Ï%©!$# t,n=y{ ylºurøF{$# $yg¯=à2 $£JÏB àMÎ7/Yè? ÞÚöF{$# ô`ÏBur óOÎgÅ¡àÿRr& $£JÏBur w tbqßJn=ôèt ÇÌÏÈ
“Maha suci Tuhan yang telah
menciptakan pasangan-pasangan semuanya, dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan
dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui (QS. Yaasin: 36).
`ÏBur Èe@à2 >äóÓx« $oYø)n=yz Èû÷üy`÷ry ÷/ä3ª=yès9 tbrã©.xs? ÇÍÒÈ
“Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu
mengingat (kebesaran Allah) (QS. Ad-Dzariyat: 49) (Qardlawi, Yusuf, Dr.,
Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, GIP, 1999, hal 320).
3)
Tentang Kejadian Alam Semesta dan air
sebagai sumber kehidupan
Isyarat tentang langit dan bumi berasal dari satu gumpalan, disebutkan,
óOs9urr& tt tûïÏ%©!$# (#ÿrãxÿx. ¨br& ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur $tFtR%2 $Z)ø?u $yJßg»oYø)tFxÿsù ( $oYù=yèy_ur z`ÏB Ïä!$yJø9$# ¨@ä. >äóÓx« @cÓyr ( xsùr& tbqãZÏB÷sã ÇÌÉÈ
“Tidakkah orang-orang kafir memperhatikan bahwa langit dan bumi
tadinya merupakan satu yang padu (gumpalan) kemudian Kami memisahkannya dan
Kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup. Maka mengapa mereka juga tidak
beriman ?” (QS. 21 : 30)
Meskipun ia tidak menjelaskan bagaimana pemisahannya, berita ini
dibenarkan oleh observasi para ilmuwan melalui teori ‘big-bang’. Tidak itu
saja, Allah kemudian melanjutkan dengan firman-Nya, bahwa air merupakan sumber
segala kehidupan. Sesuai dengan apa yang disebut para ilmuwan mengenai
protoplasma yang berasal dari laut, yang daripadanya tercipta kehidupan. Dengan
kata lain, semua kehidupan berasal dari laut, yakni air!
4)
Tentang Fir’aun
Firman Allah,
tPöquø9$$sù y7ÉdfuZçR y7ÏRyt7Î/ cqä3tGÏ9 ô`yJÏ9 y7xÿù=yz Zpt#uä 4 ¨bÎ)ur #ZÏVx. z`ÏiB Ĩ$¨Z9$# ô`tã $uZÏG»t#uä cqè=Ïÿ»tós9 ÇÒËÈ
“Maka pada hari ini, Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat
menjadi pelajaran orang-orang (generasi) yang datang sesudahmu. Dan
sesungguhnya kebanyakan manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami”
(QS. 10 : 92).
Bahwa kebenaran tentang Bani Israil yang menyeberangi lautan bersama
Nabi Musa, memang telah
diakui. Begitu pula dengan
tenggelamnya Fir’aun di Laut Merah ketika mengejar rombongan Nabi Musa yang
berhasil menyeberangi laut. Namun tidak ada satu orang pun di masa Nabi
Muhammad SAW yang mengetahui
menyangkut tetap Utuhnya badan
Fir’aun—meski telah ribuan tahun—sebagai pelajaran generasi sesudahnya. Dan
ternyata jasad Fir’aun baru ditemukan pada abad ke-18. Dan sampai sekarang pun
jasad yang sudah menjadi mummi itu masih ada dan disimpan di Museum Mesir.
H.
Khotimah
Subhanalloh! Empat berita ini dan masih banyak lagi, telah cukup
memberikan bukti kebenaran firman Allah, karena siapa lagi kalau bukan Allah,
zat yang maha mengetahui—tanpa penelitian apapun—lagi maha kuasa—membuat badan
Fir’aun tetap utuh? Tentunya masih banyak hal- lain sebagai bukti kemukjizatan
al-Qur’an yang belum terungkap dan membuat ummat manusia berusaha menggalinya
lebih dalam lagi. Hanya orang-orang yang beriman (istilah lain bagi ahli
dzikr) dan memanfaatkan potensi
fikirnyalah yang akan mampu mengambil manfaat yang optimal dari al-Qur’an.
Tidak sebagaimana kebanyakan ummat Islam yang hanya bangga dengan
kebesaran mukjizat al-Qur’an tanpa melakukan apa-apa, tidak pula sebagaimana
orang-orang non-islam yang berhasil melakukan investigasi dan menunjukkan
kebenaran al-Qur’an tetapi tidak sanggup mengubah hati mereka untuk beriman
kepada Tuhan yang telah menurunkan-Nya. Akhirnya, marilah kita renungkan firman
Allah SWT:
cÎ) Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur É#»n=ÏF÷z$#ur È@ø©9$# Í$pk¨]9$#ur ;M»tUy Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÉÈ tûïÏ%©!$# tbrãä.õt ©!$# $VJ»uÏ% #Yqãèè%ur 4n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ tbrã¤6xÿtGtur Îû È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $uZ/u $tB |Mø)n=yz #x»yd WxÏÜ»t/ y7oY»ysö6ß $oYÉ)sù z>#xtã Í$¨Z9$# ÇÊÒÊÈ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian
siang dan malam adalah menjadi tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi ulul-albab
(orang yang cerdas). Yaitu mereka yang senantiasa berdzikir kepada Allah di
saat berdiri, duduk dan berbaring dan mereka memikirkan penciptaan langit dan
bumi seraya berkata “Ya Tuhan kami Sungguh tiada yang kau ciptakan ini sia-sia,
maha suci Engkau maka periharalah kami
dari adzab api neraka”” (QS. 3. 190-191).
Wallohu a’lam
Maraji’
1.
Al-Qur’anul Karim Terjemahan Depag.
2.
Ibnu Katsir , Tafsirul Qur’anil adhim.
3.
Deedat, Ahmed, The Choise, Dialog Islam-Kristen,
Pustaka Alkautsar, Jakarta, 1999.
4.
Shihab, Quraish, Dr, Mukjizat Al-Quran, Mizan,
Bandung, 1999.
5.
Qardlawi, Yusuf, Dr., Al-Qur’an Berbicara
tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, GIP, 1999.
6.
Yahya, Harun, Keajaiban Penciptaan Manusia, VCD,
NCR.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar