Sabtu, 07 September 2013



Quick count dalam pemilu

A.      PENGERTIAN QUICK COUNT
Berdasarkan kata, ‘quick count’ dapat diartikan sebagai penghitungan cepat, di mana dilakukan penghitungan hasil pemilihan umum secara cepat, lebih cepat dari pada penghitungan yang resmi dilakukan oleh Komite Pemilihan Umum (KPU).
Quick count atau penghitungan cepat adalah hasil pencatatan perolehan suara dari ribuan TPS (Tempat Pemungutan Suara). Quick count merupakan hasil berdasar data dan fakta[1].
Quick Count adalah metode verifikasi hasil pemilihan umum, yang datanya diperoleh dari sampel di lapangan. Berbeda dengan teknologi pooling, sampel tidak diperoleh dari para responden yang ditanyai satu per satu, melainkan diperoleh dari hasil rekap resmi di lapangan[2].
Quick Count sebenarnya sudah lama dikenal oleh publik, tetapi baru akhir-akhir ini menjadi bahan pembicaraan masyarakat Indonesia, terkait dengan maraknya pemilihan kepala daerah dan juga pemilihan presiden dan wakil presiden.[3] dahulu teknologi ini bukanlah bernama Quick Count, tetapi Paralel Vote Tabulation atau tabulasi suara pemilih secara paralel[4].

B.      MANFAAT QUICK COUNT
1.       Kegunaan Quick Count  
a.       Memperkirakan hasil pemilihan dengan cepat
b.      Sebagai verifikasi hasil pemilihan yang diumumkan KPU (Komisi Pemilihan Umum)
c.       Mampu mendeteksi penyimpangan dalam proses pemilihan
d.      Mengurangi kecurangan, karena hasilnya langsung dicatat dan dilaporkan saat itu juga oleh relawan independent.
2.       Manfaat Quick Count Untuk Calon Legislatif
a.       Langsung dapat mengetahui dan memperkirakan hasil pemilihan dengan cepat.
b.      Misalnya, di daerah pemilihan A menang berapa, daerah pemilihan B menang berapa dst.
c.       Sebagai verifikasi hasil pemilihan yang diumumkan KPU.
d.      Mengurangi kecurangan dan mendeteksi kemungkinan penyimpangan dalam proses pemilihan[5].


C.      CARA KERJA QUICK COUNT
Berikut ini adalah kutipan cara kerja Quick Count yang umum dilakukan oleh para lembaga survei:
1.       Mempersiapkan perangkat serta sistem pendukung untuk bisa memberikan data secara cepat ke pusat pengolah data lembaga survei yang melakukan metode Quick Count ini. Perangkat ini mulai dari komputer untuk meng-input-kan data hingga ponsel untuk mengirim SMS hasil pemilu ke server tempat menerima data.
2.       Pemilihan TPS sebagai tempat pengambilan data. TPS yang di ambil secara acak berdasarkan pertimbangan jumlah penduduk, jumlah pemilih terbaru, penyebarannya pemilih seperti tersebar dalam berapa kelurahan, dan sebagainya. Singkatnya, proporsional kalau pemilih banyak lokasi sampel (TPS) yang diambil pun banyak serta mewakili karakteristik populasi.
3.       Mempersiapkan relawan untuk mengambil sampel dan meng-input-kannya ke sistem data. Jumlah relawan ini cukup banyak untuk mengambil data dari TPS yang telah dipilih.
4.       Data yang telah didapat akan diolah di pusat data dengan menerapan ilmu stasistik, dari olahan data inilah lembaga survei bisa menghitung secara cepat siapa pemenang pemilu[6].

Secara umum system quick count bekerja dengan cara
1.       saksi melakukan pengiriman hasil perhitungan suara di tingkat TPS ke pusat tabulasi suara
2.       setelah menerima hasil perhitungan suara tersebut, kemudian system melakukan verifikasi terhadap validitas dari input tersebut.
3.       Jika proses validasi berhasil maka system akan mencatatnya pada sebuah data hasil perhitungan sementara
4.       Selanjutnya system melakukan perhitungan secara umum terhadap suara yang masuk.
5.       Hasil perhitungan suara oleh system tersebut yang dapat kita gunakan sebagai hasil quick count[7].


D.      KEABSAHAN QUICK COUNT
Keabsahan quick count telah diakui secara luas di dunia, dan sampai saat ini merupakan metode yang paling canggih dalam menentukan siapa pemenang dari suatu pemilu, tanpa harus menghitung semua suara yang masuk. Akan tetapi, quick count tetap merupakan teknik atau metode statistik yang memungkinkan adanya bias/kesalahan dari hasil yang ditunjukkan.
Jika kita lihat dari cara kerja Quick Count, kita dapat mengartikan bahwa hasil perhitungan Quick Count bukanlah hasil perhitungan dari seluruh TPS yang melakukan pemungutan suara, melainkan dengan menggunakan prinsip ilmu statistika. Jadi, lembaga survei yang menyelenggarakan Quick Count ini hanya mengambil sampel dari sekian banyak TPS yang ada dan diambil dari TPS yang memiliki jumlah populasi yang banyak dan berbagi pertimbangan lainnya. Walaupun hasil Quick Count ini tidak pernah tepat dan pasti, tetapi hasil dari Quick Count (yang diselenggarakan oleh lembaga survei yang capable dan jujur) tidak pernah meleset dari siapa yang memenangkan dari pemilihan umum tersebut[8].

E.        TARAF SIGNIFIKAN
Dalam dunia statistik, dikenal istilah signifikansi, yang berasal dari kata significance yang kurang lebih diterjemahkan sebagai tingkat kesalahan, atau seberapa besar tingkat kepercayaan yang dihasilkan. Berarti sebenarnya ketepatan hasil perhitungan statistik adalah dalam batas toleransi tersebut.
Pada penelitian ilmiah, tingkat kesalahan atau signifikansi biasanya ditentukan pada rancangan awal penelitian. Sebagai contoh, untuk penelitian tentang perilaku manusia dan responsnya terhadap suatu fenomena, ditentukan taraf signifikansi sebesar 5%. Secara umum, nilai tersebut diartikan bahwa hasil yang ditunjukkan masih mempunyai tingkat kesalahan sebesar 5% atau tingkat kebenaran sebesar 95%. Pengertian lain adalah bahwa jika dilakukan penelitian serupa, maka kemungkinan memberikan hasil yang sama adalah sebesar 95%. Penelitian terhadap objek yang mempunyai perilaku mendekati acak, dapat ditentukan taraf signifikansi yang lebih besar lagi, misalnya sebesar 10% pada penelitian tentang perilaku investor saham. Sebaliknya, pada rancangan penelitian, di mana peneliti bisa melakukan intervensi penuh terhadap fenomena penelitian, dapat ditetapkan taraf signifikansi yang lebih rendah lagi, misalnya 2% untuk penelitian yang dirancang di laboratorium, atau bahkan 1%.[9]
Berdasarkan uraian singkat di atas, maka dapat kita cermati bahwa masih terdapat kemungkinan adanya kesalahan di masing-masing tahapan pada pelaksanaan quick count. Kemungkinan kesalahan karena sukarelawan salah dalam mengirim data, atau kesalahan teknik statistik yang digunakan bisa kita abaikan, karena kita cukup yakin dengan kapabilitas pelaksana quick count. Kesalahan yang paling mungkin terjadi adalah penentuan lokasi TPS yang dijadikan sampel. Lokasi TPS tersebut bisa mewakili 10 atau bahkan 100 TPS lain yang dianggap mempunyai karakteristik yang sama. Dalam kenyataaanya, kita bisa menjumpai satu TPS yang mayoritas mendukung salah satu pasangan calon, dan TPS di sebelahnya mayoritas mendukung pasangan calon yang lain. Hal ini bisa memberikan bias pada hasil akhir, tetapi dapat dieliminir dengan teknik normalitas data.
Tingkat kesalahan yang biasa dipergunakan dalam quick count adalah sebesar 2%. Artinya, jika selisih antara satu calon dengan calon lain lebih kecil dari 2%, maka sangat mungkin terjadi kesalahan hasil quick count. Akan tetapi, jika selisih antara calon satu dengan calon yang lain lebih dari 2% maka hasilnya boleh dikatakan valid atau benar, sesuai dengan kaidah-kaidah statistik yang berlaku. Pada pemilihan Gubernur Jawa Tengah, pasangan pemenang pemilu mempunyai selisih yang jauh dengan pasangan dengan suara terbanyak kedua (lebih dari 2%). Dan kita bisa melihat, bahwa hasil quick count semua lembaga survey pemilihan gubernur di Jawa Tengah adalah sama dengan hasil akhir yang diumumkan KPU.
Fenomena terbaru yang muncul adalah adanya kesalahan dari berbagai lembaga survey pada pemilihan gubernur tahap kedua di Jawa Timur.
Hasil akhir suara untuk Karsa adalah    =  7.729.944
dan untuk pasangan Kaji                           =  7.669.721
Atau dengan prosentase,
maka suara untuk Karsa adalah              =  7.729.944/15.399.665 = 50,196%
dan untuk pasangan Kaji adalah            =  7.669.721/15.399.665 = 49,804%.
Selisih suara dari kedua pasangan tersebut adalah 50,196% - 49,804% = 0,392% atau jauh di bawah toleransi keakuratan quick count yaitu sebesar 2%. Terdapat beberapa lembaga survey pelaksanan quick count yang mengumumkan bahwa pemenangnya adalah Kaji, padahal hasil akhir dari KPUD pemenangnya adalah Karsa.
Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa untuk pasangan yang mempunyai suara hampir sama, hasil quick count menjadi tidak akurat. Dalam hal ini, sebaiknya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) penyelenggara quick count tidak mempublikasikan hasil perhitungan mereka dengan pertimbangan teknis[10].

F.       TEKNOLOGI QUICK COUNT
Apa saja teknologi yang digunakan untuk mensukseskan sebuah penghitungan Quick Count? Jawabnya tergantung masing-masing lembaga. Namun, teknologi Short Message Service (SMS) cukup populer digunakan oleh lembaga-lembaga penghitung Quick Count[11],  atau melalui email, atau melalui program lain yang canggih yang telah dimiliki oleh lembaga yang bersangkutan, kemudian data diolah dengan system yang telah dipersiapkan untuk melakukan verifikasi terhadap validitas dari input tersebut. Data hasil penghitungan suara pada masing-masing lokasi sampel TPS dianggap mewakili keseluruhan suara yang menjadi representasi dari TPS tersebut berdasarkan adjustment dari lembaga survey penyelenggara quick count[12].




Tidak ada komentar:

Posting Komentar