Quick count dalam pemilu
A. PENGERTIAN QUICK COUNT
Berdasarkan
kata, ‘quick count’ dapat diartikan sebagai penghitungan cepat, di mana
dilakukan penghitungan hasil pemilihan umum secara cepat, lebih cepat dari pada
penghitungan yang resmi dilakukan oleh Komite Pemilihan Umum (KPU).
Quick count atau penghitungan cepat
adalah hasil pencatatan perolehan suara dari ribuan TPS (Tempat Pemungutan
Suara). Quick count merupakan hasil berdasar data dan fakta[1].
Quick Count adalah metode
verifikasi hasil pemilihan umum, yang datanya diperoleh dari sampel di
lapangan. Berbeda dengan teknologi pooling, sampel
tidak diperoleh dari para responden yang ditanyai satu per satu, melainkan
diperoleh dari hasil rekap resmi di lapangan[2].
Quick
Count sebenarnya sudah lama dikenal oleh publik, tetapi baru akhir-akhir ini
menjadi bahan pembicaraan masyarakat Indonesia, terkait dengan maraknya
pemilihan kepala daerah dan juga pemilihan presiden dan wakil presiden.[3]
dahulu teknologi ini bukanlah bernama Quick Count, tetapi Paralel Vote Tabulation atau tabulasi suara pemilih secara paralel[4].
B. MANFAAT QUICK COUNT
1. Kegunaan Quick Count
a. Memperkirakan
hasil pemilihan dengan cepat
b.
Sebagai verifikasi hasil pemilihan yang diumumkan KPU (Komisi
Pemilihan Umum)
c. Mampu
mendeteksi penyimpangan dalam proses pemilihan
d.
Mengurangi kecurangan, karena hasilnya langsung dicatat dan
dilaporkan saat itu juga oleh relawan independent.
2. Manfaat Quick Count Untuk Calon Legislatif
a. Langsung
dapat mengetahui dan memperkirakan hasil pemilihan dengan cepat.
b. Misalnya,
di daerah pemilihan A menang berapa, daerah pemilihan B menang berapa dst.
c. Sebagai
verifikasi hasil pemilihan yang diumumkan KPU.
d.
Mengurangi kecurangan dan mendeteksi kemungkinan penyimpangan
dalam proses pemilihan[5].
C. CARA KERJA QUICK COUNT
Berikut
ini adalah kutipan cara kerja Quick Count yang umum dilakukan oleh para lembaga
survei:
1.
Mempersiapkan perangkat serta sistem pendukung untuk bisa
memberikan data secara cepat ke pusat pengolah data lembaga survei yang
melakukan metode Quick Count ini. Perangkat ini mulai dari komputer untuk
meng-input-kan data hingga ponsel untuk mengirim SMS hasil pemilu ke server
tempat menerima data.
2.
Pemilihan TPS sebagai tempat pengambilan data. TPS yang di ambil
secara acak berdasarkan pertimbangan jumlah penduduk, jumlah pemilih terbaru,
penyebarannya pemilih seperti tersebar dalam berapa kelurahan, dan sebagainya.
Singkatnya, proporsional kalau pemilih banyak lokasi sampel (TPS) yang diambil
pun banyak serta mewakili karakteristik populasi.
3.
Mempersiapkan relawan untuk mengambil sampel dan meng-input-kannya
ke sistem data. Jumlah relawan ini cukup banyak untuk mengambil data dari TPS
yang telah dipilih.
4.
Data yang telah didapat akan diolah di pusat data dengan menerapan
ilmu stasistik, dari olahan data inilah lembaga survei bisa menghitung secara
cepat siapa pemenang pemilu[6].
Secara umum system quick count bekerja dengan cara
1. saksi melakukan pengiriman hasil perhitungan suara di tingkat TPS
ke pusat tabulasi suara
2. setelah menerima hasil perhitungan suara tersebut, kemudian system
melakukan verifikasi terhadap validitas dari input tersebut.
3. Jika proses validasi berhasil maka system akan mencatatnya pada
sebuah data hasil perhitungan sementara
4. Selanjutnya system melakukan perhitungan secara umum terhadap
suara yang masuk.
5. Hasil perhitungan suara oleh system tersebut yang dapat kita
gunakan sebagai hasil quick count[7].
D. KEABSAHAN QUICK COUNT
Keabsahan
quick count telah diakui secara luas di dunia, dan sampai saat ini merupakan
metode yang paling canggih dalam menentukan siapa pemenang dari suatu pemilu,
tanpa harus menghitung semua suara yang masuk. Akan tetapi, quick count tetap
merupakan teknik atau metode statistik yang memungkinkan adanya bias/kesalahan
dari hasil yang ditunjukkan.
Jika
kita lihat dari cara kerja Quick Count, kita dapat mengartikan bahwa hasil
perhitungan Quick Count bukanlah hasil perhitungan dari seluruh TPS yang
melakukan pemungutan suara, melainkan dengan menggunakan prinsip ilmu
statistika. Jadi, lembaga survei yang menyelenggarakan Quick Count ini hanya
mengambil sampel dari sekian banyak TPS yang ada dan diambil dari TPS yang
memiliki jumlah populasi yang banyak dan berbagi pertimbangan lainnya. Walaupun
hasil Quick Count ini tidak pernah tepat dan pasti, tetapi hasil dari Quick
Count (yang diselenggarakan oleh lembaga survei yang capable
dan jujur) tidak pernah meleset dari siapa yang memenangkan dari pemilihan umum
tersebut[8].
E. TARAF
SIGNIFIKAN
Dalam
dunia statistik, dikenal istilah signifikansi, yang berasal dari kata significance yang kurang lebih
diterjemahkan sebagai tingkat kesalahan, atau seberapa besar tingkat
kepercayaan yang dihasilkan. Berarti sebenarnya ketepatan hasil perhitungan
statistik adalah dalam batas toleransi tersebut.
Pada
penelitian ilmiah, tingkat kesalahan atau signifikansi biasanya ditentukan pada
rancangan awal penelitian. Sebagai contoh, untuk penelitian tentang perilaku
manusia dan responsnya terhadap suatu fenomena, ditentukan taraf signifikansi
sebesar 5%. Secara umum, nilai tersebut diartikan bahwa hasil yang ditunjukkan
masih mempunyai tingkat kesalahan sebesar 5% atau tingkat kebenaran sebesar
95%. Pengertian lain adalah bahwa jika dilakukan penelitian serupa, maka
kemungkinan memberikan hasil yang sama adalah sebesar 95%. Penelitian terhadap
objek yang mempunyai perilaku mendekati acak, dapat ditentukan taraf
signifikansi yang lebih besar lagi, misalnya sebesar 10% pada penelitian
tentang perilaku investor saham. Sebaliknya, pada rancangan penelitian, di mana
peneliti bisa melakukan intervensi penuh terhadap fenomena penelitian, dapat
ditetapkan taraf signifikansi yang lebih rendah lagi, misalnya 2% untuk
penelitian yang dirancang di laboratorium, atau bahkan 1%.[9]
Berdasarkan uraian singkat di atas, maka dapat
kita cermati bahwa masih terdapat kemungkinan adanya kesalahan di masing-masing
tahapan pada pelaksanaan quick count. Kemungkinan kesalahan karena sukarelawan
salah dalam mengirim data, atau kesalahan teknik statistik yang digunakan bisa
kita abaikan, karena kita cukup yakin dengan kapabilitas pelaksana quick count.
Kesalahan yang paling mungkin terjadi adalah penentuan lokasi TPS yang
dijadikan sampel. Lokasi TPS tersebut bisa mewakili 10 atau bahkan 100 TPS lain
yang dianggap mempunyai karakteristik yang sama. Dalam kenyataaanya, kita bisa
menjumpai satu TPS yang mayoritas mendukung salah satu pasangan calon, dan TPS
di sebelahnya mayoritas mendukung pasangan calon yang lain. Hal ini bisa
memberikan bias pada hasil akhir, tetapi dapat dieliminir dengan teknik
normalitas data.
Tingkat kesalahan yang biasa dipergunakan
dalam quick count adalah sebesar 2%. Artinya, jika selisih antara satu calon
dengan calon lain lebih kecil dari 2%, maka sangat mungkin terjadi kesalahan
hasil quick count. Akan tetapi, jika selisih antara calon satu dengan calon yang
lain lebih dari 2% maka hasilnya boleh dikatakan valid atau benar, sesuai
dengan kaidah-kaidah statistik yang berlaku. Pada pemilihan Gubernur Jawa
Tengah, pasangan pemenang pemilu mempunyai selisih yang jauh dengan pasangan
dengan suara terbanyak kedua (lebih dari 2%). Dan kita bisa melihat, bahwa
hasil quick count semua lembaga survey pemilihan gubernur di Jawa Tengah adalah
sama dengan hasil akhir yang diumumkan KPU.
Fenomena terbaru yang muncul adalah adanya
kesalahan dari berbagai lembaga survey pada pemilihan gubernur tahap kedua di
Jawa Timur.
Hasil akhir suara untuk Karsa adalah = 7.729.944
dan untuk pasangan Kaji = 7.669.721
Atau dengan prosentase,
maka suara untuk Karsa adalah = 7.729.944/15.399.665 = 50,196%
dan untuk pasangan Kaji adalah =
7.669.721/15.399.665 = 49,804%.
Selisih
suara dari kedua pasangan tersebut adalah 50,196% - 49,804% = 0,392% atau jauh
di bawah toleransi keakuratan quick count yaitu sebesar 2%. Terdapat beberapa
lembaga survey pelaksanan quick count yang mengumumkan bahwa pemenangnya adalah
Kaji, padahal hasil akhir dari KPUD pemenangnya adalah Karsa.
Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa
untuk pasangan yang mempunyai suara hampir sama, hasil quick count menjadi
tidak akurat. Dalam hal ini, sebaiknya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
penyelenggara quick count tidak mempublikasikan hasil perhitungan mereka dengan
pertimbangan teknis[10].
F. TEKNOLOGI QUICK COUNT
Apa saja teknologi yang digunakan
untuk mensukseskan sebuah penghitungan Quick Count? Jawabnya tergantung
masing-masing lembaga. Namun, teknologi Short Message Service (SMS) cukup
populer digunakan oleh lembaga-lembaga penghitung Quick Count[11],
atau melalui email, atau melalui program lain
yang canggih yang telah dimiliki oleh lembaga yang bersangkutan, kemudian data
diolah dengan system yang telah dipersiapkan untuk melakukan
verifikasi terhadap validitas dari input tersebut. Data hasil penghitungan suara pada
masing-masing lokasi sampel TPS dianggap mewakili keseluruhan suara yang menjadi
representasi dari TPS tersebut berdasarkan adjustment dari lembaga survey
penyelenggara quick count[12].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar